Sore indah di hari sabtu ketika aku duduk sendiri disebuah café. Aku
termenung memikirkan semua tugas yang diberikan oleh dosen. Disanalah kulihat
seorang gadis yang juga duduk sendiri. Terdiam dan larut dalam buku yang dia baca. Aku heran, buku yang dia baca seperti buku jaman
ketika mama masih remaja. Terlebih lagi dengan pakaian yang dia pakai, sungguh
sangat aneh. Aku seperti terbawa ke zaman 80an jika aku melihatnya. semakin ku memperhatikan dirinya semakin ku terlarut
dalam suasana yang aku sendiri tak tahu apa. Kumerasa ada sesuatu yang beda
darinya. Kuberniat untuk berkenalan dengannya, tapi aku tak bisa. Bahkan untuk
mendekati dan mengatakan hai kepadanya, aku tak berani. Aku hanya bisa memperhatikan
dirinya sampai ia tak terjangkau lagi oleh kedua mataku. Hingga akhirnya
kutersadar aku juga harus meninggalkan café dan kembali kerumah .
Keesokan harinya, aku kembali ke cafe. Tujuanku ingin
kembali bertemu dengan gadis 80an itu.
“aku harus bisa berkenalan dengannya” benakku dalam
hati
Kutunggu gadis itu hingga berjam-jam, tapi dia tak
jua datang. Kucoba untuk bertanya kepada penjaga café. Mungkin dia bisa memberitahukan
informasi tentang gadis itu.
“maaf, apakah mas tahu semua pengunjung di café ini?
Tanyaku kepada salah satu penjaga café
“hmm, hanya sebagian mas. Itupun hanya yang jadi
pelanggan kami”
“ kalau boleh tahu mas kenal dengan gadis yang duduk
kemarin disini? Tanyaku lagi
“ ciri-cirinya?”
“ putih, cantik, memakai pakaian model 80an.”
“waah, saya juga tidak tahu mas.” Kata penjaga café
“ och, makasih yach”
“sama-sama mas”
Aku kembali ke meja, menghabiskan kopi yang masih
tersisa. Kuputuskan untuk tetap menunggu gadis misterius itu. Entah kenapa aku
sangat ingin mengenalnya. Apa karena dia memakai pakaian seperti mama ketika
masih remaja ataukah memang karena ada sesuatu yang tersembunyi dibalik paras
cantiknya? Aku terus menduga-duga, hingga kembali ku tak sadar matahari telah kembali
keperaduannya.
Sebelum pulang, aku berencana membeli kado untuk
ulang tahun mama yang tinggal seminggu lagi. Aku mulai mencari di toko buku, Siapa
tahu aku bisa mendapatkan kado yang special untuk mama. Disanalah, aku kembali
bertemu dengan gadis 80an itu, dia sedang berdiri dipojok rak buku ketika aku
datang menghampirinya.
“hai” sapaku
Dia hanya menatapku sekilas lalu kembali membaca
bukunya.
“kamu sering kesini yach??” tanyaku lagi
Dia hanya mengangguk sebagai tanda dia merespon
pertanyaanku.
“kalau boleh tahu nama kamu siapa?”
Dia kembali menatapku. Kali ini gadis 80an itu tak
membaca bukunya lagi. Dia menutup bukunya dan pergi berlalu meninggalkanku,
tanpa berbicara sepatah katapun kepadaku. Ku coba untuk mengejarnya dan
mengikuti kemana ia pergi. Sepanjang jalan kucoba untuk mengajaknya ngobrol,
tapi gadis 80an itu tetap saja membisu, bahkan menoleh kearahku pun tidak.
“Okey, mungkin karena kamu nggak kenal aku makanya
kamu nggak mau jawab semua pertanyaanku, tapi kamu jangan cuekin aku kayak gini
donk!” kataku kepadanya
“maaf” jawabnya singkat
Aku tak percaya setelah sekian lama, akhirnya dia
mau juga berbicara kepadaku.
“kalau boleh tahu nama kamu siapa?” tanyaku lagi
“untuk apa?”
“ yaa, supaya aku bisa manggil kamu kalau kita bertemu
lagi” jawabku sekenanya
“och”
“ jadi, nama kamu siapa?”
“ Kirana”
“ och nama yang bagus”
“ maaf aku buru-buru” kata gadis 80an sambil
mempercepat langkah kakinya.
“ hey, tunggu”
Ku coba untuk tetap mengikutinya. Tetapi ketika dia
persimpangan jalan aku kehilangan jejaknya.
Aku berusaha untuk mencarinya, tapi aku tak menemukanya. Terlalu banyak
pejalan kaki di sekitar persimpangan jalan itu, hingga aku tak bisa
menemukannya. Namun perhatianku langsung
tertuju pada sebuah buku yang tergelatk di pinggir jalan. Dan ternyata itu buku
yang selalu dibawa oleh Kirana.
“hmm, yang jelas aku sudah tahu namanya, mungkin lewat buku ini aku bisa mengetahuinya tentang
dirinya lebih jauh” batinku.
***
Sudah sebulan aku tak bertemu dengan kirana sejak
pertemuan terakhirku di toko buku.pertemuan singkat itu telah memberikan kenangan.
Aku tak tahu dimana dia, bagaiman kabarnya, dan kenapa dia bisa menghilang
begitu saja. Kucoba bertanya kepada penjaga café dimana aku dan kirana biasa
kunjungi sampai ke penjaga toko buku, tapi anehnya mereka tidak pernah melihat
sosok seperti kirana. Aku kemudian
mencoba mencarinya dipersimpangan tempat dimana ku selalu kehilangan jejaknya.
Aku bertanya ke semua orang yang ada dipersimpangan itu, tapi tak satu pun yang
mengenal kirana, bahkan melihat kirana pun tak pernah.
Aku memutuskan menunggu hingga malam menjelang di cafe
tampat aku dan kiran bertemu untuk pertama kali. Aku duduk sembari memikirkan
Kirana. Entah mengapa aku sampai saat ini aku masih begitu tertarik dengan
sosok bernama Kirana. Aku teringat dengan buku yang aku temukan sebulan yang lalu.
Aku membuka buku itu dan aku tersontak kaget melihat foto yang ada di buku
tersebut.
“inikan foto mama ketika remaja? Mengapa ada foto mama
bersama Kirana” Tanyaku dalam hati.
Yang lebih membuatku terkejut, di buku itu juga terselip
kartu ucapan ulang tahun untuk seseorang yang mempunyai nama mirip dengan mama.
“ Ini sungguh
membingungkan, aku harus menanyakan ini kepada mama”
batinku
Kusimpan buku kirana didalam tas. Aku ingin
menanyakan hal ini kepada mama. Mungkin hal ini ada hubungannya dengan mama.
Sesampainya dirumah kuperlihatkan buku kirana kepada
mama. Awalnya mama tidak terlalu menanggapi apa yang aku katakan karena memang
hari sudah larut.
“ Aduh rendi, kalau kamu mau cerita, besok saja
yach? Sudah larut malam, mama juga mau istirahat.” Kata mama
“tapi ma, ini sangat penting.” jawabku
Akhirnya mama mengalah dan mulai mendengar ceritaku.
ketika kusebut nama kirana, raut muka mama tiba-tiba berubah. Mama bertanya
darimana aku tahu tentang kirana. Dan kuceritakan awal aku bertemu kirana
hingga aku menemukan buku beserta kartu
ucapan dan foto yang ada dibuku itu.
Kulihat raut muka mama semakin tak menentu. Apa yang
sebenarnya terjadi?
Mama mulai menceritakan tentang sahabatnya, yang
juga bernama kirana. Entah apakah kirana yang kutemui dan kirana yang mama
ceritakan adalah orang yang sama. Kirana adalah sahabat terbaik yang pernah
dimiliki mama. Mereka selalu bersama. Mereka layaknya saudara kandung yang
selalu bersama dalam suka dan duka. Hingga suatu ketika kirana dan orangtuanya
pindah keluar kota. Mama sangat sedih ketika itu. Yang membuat sedih lagi,
ketika mama mendengar kirana meninggal karena sakit. Mama merasa terpukul saat
itu. Tak ada lagi sahabat yang bisa mengerti mama seperti kirana.
“rendi, kamu bisa antar mama ke persimpangan jalan.
Tempat kamu terakhir melihat kirana?” Tanya mama sembari menahan tangisnya.
“tapi ini sudah larut malam ma” jawabku.
“kumohon rendi”
“baiklah” jawabku
Aku dan mama langsung menuju ke persimpangan jalan
itu. Kulihat sesosok gadis sedang berdiri dipinggir jalan. Dia menoleh kearah
kami, namun tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ia lalu berjalan kearah aku
dan mama
“Kirana” panggil mama
Aku baru menyadari, gadis itu memang Kirana ketika
wajah cantiknya diterangi lampu jalan.
“gita, kamu sudah menerima kado dariku?” Tanya
Kirana
“ apakah maksudmu yang ini?” Tanya mama sembari
memperlihatkan buku yang kuberikan tadi kepadanya.
“ maaf, aku baru bisa memberikan kado ini untukmu
melalui perantara anakmu, Rendi.” Lirih Kirana
“maksudmu sejak awal kamu sudah tahu siapa aku?”
Tanya ku kepada kirana
Ia mengangguk. Perasaan takut dan takjub bercampur
jadi satu. Aku merasa takut karena selama ini aku berbicara dengan arwah
penasaran yang ternyata teman mamaku dulu. Aku takjub karena Kirana datang
hanya untuk memberikan kado ulang tahun kepada mama. Menurutku ini sangat
mengharukan
“ sebenarnya, kado itu ingin aku berikan kepadamu
dari 22 tahun yang lalu. Tapi Tuhan baru mengijinkan aku memberikanmu sekarang.
Ada hal yang ingin kau tahu, sebenarnya aku meninggal bukan karena sakit tetapi
karena kecelakan. Dan ditempat inilah kecelakaan itu terjadi” terang Kirana
“ maksud mu?” Tanya mama
Kirana mulai menjelaskan yang sebenarnya kepada
mama. Kejadian itu terjadi ketika mama berulang tahun yang ke 18. Kirana menuju rumah Mama waktu itu untuk memberika kejutan
kepada mama. Namun harapannya unutk mengucapkan
selamat ulang tahun dan memberikan kado kepada mama sirna, ketika sebuah mobil
berlaju kencang menabraknya tepat dipersimpangan jalan ini. Kirana dibawa
kerumah sakit namun nyawanya tidak dapat tertolong.
“Tapi kenapa orangtuamu mengatakan kamu meninggal
karena sakit?” Tanya mama dengan air mata yang masih mengucur deras.
“Aku yang meminta kepada mereka untuk tidak
memberitahukan yang sebenarnya kepada mu. Aku takut kamu terpukul mendengar
semua ini” terang Kirana
Air mata mama semakin mengucur deras. Di akhir hidupnya
kirana tetap tidak mau melihat mama sedih.
Melihat semua ini, akhirnya aku mengerti. Kirana
sudah tahu bahwa aku adalah anaknya, dan ia ingin aku menjadi perantara antara
dia dan mama. Semua tempat-tempat dimana aku bertemu kirana adalah tempat yang
berhubungan dengan kejadian 22 tahun yang lalu. Tempat dimana aku kehilangan
jejak kirana, adalah tempat dimana kirana ditabrak mobil. Café yang sering
kirana kunjungi adalah café yang sering dikunjungi oleh kirana dan mama ketika
mereka remaja. Toko buku itu adalah tempat dimana Kirana membeli kado untuk
mama. Dan perasaan yang aneh ketika bertemu pertama kali dengan kirana adalah
firasat yang membawaku menjadi perantara antara mama dan kirana. Yang lebih menyedihkan,
mama baRu mengetahui penyebab kirana meninggal. Yang dia tahu kirana meninggal karena sakit.
“Waktuku sudah hampir habis. Aku harap kamu menyukai
kado dariku. Selamat ulang tahun gita” Ucap kirana sambil berlalu meninggalkan
kami
“ komohon jangan pergi. aku tidak mau kehilangan
sahabatku lagi.” Lirih mama
Kirana menghentikan langkahnya.
“ kamu tidak
akan kehilangan sahabatmu. Aku akan tetap ada di hati dan desah napasmu”
“sekali lagi,
selamat ulang tahun untukmu gita. dan terima kasih atas semua bantuan yang kau
berikan rendi.” ucap Kirana
Kirana
melanjutkan langkahnya. Lambat laun sosok kirana tak terlihat oleh kedua mataku.
Ia berbalik kembali dan tersenyum kepada kami.
Itulah senyum
terakhir dari Kirana. Aku dan mama tidak akan pernah lagi melihat sosok Kirana.
Namun yang terpenting, sekarang Kirana telah damai di alam sana. Keinginannya
untuk memberikan kado di hari ulang tahun mama telah terpenuhi.
Satu pelajaran yang ku ambil dari kirana. Sosok yang
menurutku sebagai symbol dari persahabatan yang abadi. Sahabat akan tetap ada dan hidup di hati kita.
Sahabat akan tetap ada disetiap desah napas,
berdenyut bersama denyut nadi, dan mengalir bersama dengan aliran darah.